2012/03/16

Assignment of "Belajar dan Pembelajaran"

Pengertian belajar dan pembelajaran


a. Belajar

Menurut Slavin dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman. Menurut Gagne dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku.
Sedangkan menurut Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.
Ciri-ciri belajar adalah : (1) Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengethauan atau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor); (2) perubahan itu merupakan buah dari pengalaman. Perubahan perilaku yang terjadi pada individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan . interaksi ini dapat berupa interaksi fisik dan psikis; (3) perubahan  perilaku akibat belajar akan bersifat cukup permanen.

b. Pembelajaran
Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa.
Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkingan belajar.
Ciri utama dari pembelajaran adalah inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa. Sedangkan komponen-komponen dalam pembelajaran adalah tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran.

Teori Belajar & Pembelajaran

Pengertian Belajar Cronbach (1954) berpendapat : Learning is shown by a change in behaviour as result of experience ; belajar dapat dilakukan secara baik dengan jalan mengalami. Menurut Spears : Learning is to observe, to read, to imited, to try something themselves, to listen, to follow direction, dimana pengalaman itu dapat diperoleh dengan mempergunakan panca indra.
Robert. M. Gagne dalam bukunya : The Conditioning of learning mengemukakan bahwa : Learning is a change in human disposition or capacity, wich persists over a period time, and wich is not simply ascribable to process of growth. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan, bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalam diri dan keduanya saling berinteraksi. Dalam teori psikologi konsep belajar Gagne ini dinamakan perpaduan antara aliran behaviorisme dan aliran instrumentalisme.
Lester.D. Crow and Alice Crow mendefinisikan : Learning is the acuquisition of habits, knowledge and attitudes. Belajar adalah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap-sikap. Hudgins Cs. (1982) berpendapat Hakekat belajar secara tradisional belajar dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam tingkah laku, yang mengakibatkan adanya pengalaman . Jung , (1968) mendefinisikan bahwa belajar adalah suatu proses dimana tingkah laku dari suatu organisme dimodifikasi oleh pengalaman. Ngalim Purwanto, (1992 : 84) mengemukakan belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya.Oleh sebab itu apabila setelah belajar peserta didik tidak ada perubahan tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka dapat dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.
Pada dasarnya prinsip belajar lebih dititikberatkan pada aktivitas peserta didik yang menjadi dasar proses pembelajaran baik dijenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah lanjutan Tingkat Atas (SLTA) maupun Tingkat Perguruan Tinggi.
Arifin (1978) mendefinisikan bahwa mengajar adalah ” . suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu “. Tyson dan Caroll (1970) mengemukakan bahwa mengajar ialah . a way working with students … A process of interaction . the teacher does something to student, the students do something in return. Dari definisi itu tergambar bahwa mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan. Nasution (1986) berpendapat bahwa mengajar adalah ” . suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar”. Tardif (1989) mendefinisikan, mengajar adalah . any action performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating learning in another individual (the learner), yang berarti mengajar adalah perbuatan yang dilakukan seseorang (dalam hal ini pendidik) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain (dalam hal ini peserta didik) melakukan kegiatan belajar. Biggs (1991), seorang pakar psikologi membagi konsep mengajar menjadi tiga macam pengertian yaitu
a. Pengertian Kuantitatif dimana mengajar diartikan sebagai the transmission of knowledge, yakni penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada siswa dengan sebai-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa bukan tanggung jawab pengajar.
b. Pengertian institusional yaitu mengajar berarti . the efficient orchestration of teaching skills, yakni penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta berbeda bakat , kemampuan dan kebutuhannya.
c. Pengertian kualitatif dimana mengajar diartikan sebagai the facilitation of learning, yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa mencari makna dan pemahamannya sendiri. Dari definisi-definisi mengajar dari para pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga terjadi proses belajar dan tujuan pengajaran tercaqpai.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan , penguasaan kemahiran dan tabiat , serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan , guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.

         ****

Teori Belajar Bahasa.
Ada dua teori belajar yang dapat dijadikan dasar dalam penyelenggaraan pembelajaran bahasa Inggris yang berorientasi pada kemampuan berkomunikasi. Yang pertama adalah teori belajar kognitif yang dipelopori oleh Ausabel. Pakar ini berteori bahwa pemahaman (learning) terjadi melalui proses menghubungkan
11
secara bermakna pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada (Brown, 1987). Dalam konteks pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing atau kedua, pembelajaran akan efektif apabila apa yang dipelajari bermakna bagi siswa. Kebermaknaan ini dapat dicapai selain lewat topik bahasan juga lewat kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran yang tidak menyerupai kegiatan komunikasi sebenarnya dipercayai tidak efektif. Sebaliknya, kegiatan pembelajaran yang menyerupai kegiatan komunkasi yang sebenarnya dianggap sangat efektif. Kegiatan pembelajaran seperti ini disebut kegiatan komunikatif. Semakin banyak kegiatan komunikatif, semakin efektif proses pembelajaran. Kegiatan komunikatif ini mensyaratkan penggunaan bahasa Inggris yang otentik atau bahasa Inggris yang digunakan dengan tujuan komunikasi.
Yang kedua adalah teori pembelajaran yang berbasis psikologi humanistis (Humanistic Psychology) yang dipelopori oleh Carl Roger. Menurut ilmuwan ini, pembelajaran akan berhasil apabila siswa berada dalam kondisi yang secara psikologis aman, bebas dari rasa kekawatiran atau ketakutan (Brown, 1987). Dalam kondisi yang demikian siswa akan dapat berfungsi secara maksimal. Implikasi dari teori ini adalah bahwa pemahaman akan terjadi lewat pembelajaran (learning) daripada pengajaran (teaching). Guru berfungsi memfasilitasi proses pembelajaran ini, dan hubungan guru dengan siswa yang baik menjadi sangat penting.

Teori Literasi (literacy)
Mengajar bahasa pada hakikatnya juga mengajar literasi. Akan tetapi difinisi literasi sudah mengalami perubahan sejalan dengan perubahan orang melihat bahasa. Berikut akan dibahas tentang pengertian literasi.
Literasi secara tradisional diartikan sebagai kemampuan membaca dan menulis atau disebut dengan melek aksara. Pengertian ini hanya mengacu pada kemampuan membaca dan menulis. Akan tetapi, dalam perkembangannya istilah ini juga mengacu pada kemampuan menggunakan bahasa lisan karena kemampuan menulis tidak dapat berkembang maksimal tanpa kemampuan berbahasa lisan. Oleh karena itu, literasi sekarang ini diartikan sebagai kemampuan berbahasa lisan dan berbahasa tulis.
Dalam perspektif seperti di atas, pembelajaran bahasa Inggris harus diartikan sebagai proses pendidikan literasi dalam bahasa Inggris. Terkait dengan itu Hadmmond (1992) menyebutkan bahwa pendidikan literasi adalah pendidikan bahasa yang menyiapkan siswa agar dapat berpartisipasi dalam kehidupan
12
masyarakat modern. Oleh karena itu, pendidikan bahasa Inggris harus merupakan pendidikan keterampilan hidup (life skills), pendidikan yang memberi ketrampilan agar siswa dapat bertahan dalam kehidupan modern yang ditandai dengan globalisasi.
Wells (1987) mengidentifikasi empat tingkatan literasi, yaitu (1) performative, (2) functional, (3) informational, dan (4) epistemic. Tingkat pertama adalah kemampuan membaca dan menulis, sedangkan tingkat kedua adalah kemampuan menggunakan bahasa untuk keperluan hidup. Pada tingkatan ini, bahasa digunakan untuk kegiatan-kegiatan melangsungkan hidup seperti mengisi formulir, memesan tiket, berbelanja, dan sebagainya. Tingkat literasi ini menjadi target pembelajaran di SMP. Tingkat ketiga adalah kemampuan mengakses pengetahuan dalam bahasa Inggris dan dijadikan target pembelajaran di SMA. Sementara itu, tingkat epistemik adalah kemampuan mentransformasi pengetahuan dalam bahasa Inggris.

      * * *

PENDEKATAN DAN METODE DALAM
PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA

Dalam kurun waktu lima dekade, para pendidik kerap melakukan berbagai
macam pendekatan dalam pembelajaran bahasa. Meski demikian pertanyaan
seperti, “Pendekatan apa yang harus saya lakukan?” atau “metode apa yang
sebaiknya digunakan?” atau bahkan pertanyaan “Apa perbedaan pendekatan,
teknik dan metode?” masih tetap sering terdengar.
Tiga istilah ini pun sering digunakan oleh Richards dan Rogers (1986).
Menurut kedua ahli ini, pendekatan dalam pembelajaran bahasa mengacu kepada
teori-teori, asumsi, dan keyakinan tentang kealamiahan bahasa dan pembelajaran
bahasa. Sedangkan metode adalah payung yang menghubungkan secara spesifik
antara teori dan praktik. Jelas di sana ruang lingkup tiap istilah mengacu pada apa saja, dan metode
yang merupakan payung bagi praktik yang lain mengingat kemampuannya
menghubungkan secara spesifik antara teori dan praktik. Namun, jika Anda
menemukan literatur yang justru menempatkan pendekatan sebagai payung bagi
yang lainnya, tidak usah bingung. Contoh, pada tahun 1963, Edward Anthony,
seorang linguis terapan asal Amerika, menempatkan istilah pendekatan
(approach), metode (method) dan teknik (technique) secara berturut-turut.
Anthony menegaskan bahwa yang merupakan sumber praktik dan prinsip dalam
pengajaran bahasa adalah pendekatan. Metode adalah seperangkat rencana dalam
pengajaran materi bahasa berdasarkan pendekatan yang dipilih. Sedangkan teknik
adalah strategi atau prosedur tertentu yang digunakan untuk mencapai tujuan,
sifatnya konsisten dengan metode dan harmonis pula dengan pendekatan yang
dipilih. Dari sini kita bisa ambil kesimpulan bahwa pendekatan merupakan
payung dari metode dan teknik. Begitu pun Brown (2001) dalam bukunya
Teaching by Principles menegaskan hal serupa dengan memperkenalkan pula
istilah metodologi sebagai apapun yang terkait dengan “bagaimana cara
mengajarkan”, kurikulum/silabus sebagai desain untuk menyelenggarakan
program pengajaran bahasa, dan teknik lebih dispesifikasikan sebagai sejumlah
ragam aktivitas, latihan atau tugas yang diterapkan di kelas pembelajaran bahasa
untuk merealisasikan tujuan pembelajaran. Dalam modul ini, Anda akan
menjumpai istilah pendekatan dan metode yang mengikuti konsep Brown dan
Anthony.
Sehubungan keberadaan metode dan teknik—yang merupakan ‘senjata’
guru untuk menaklukkan siswa di dalam kelas—diambil dari pendekatan, maka
sudah tentu, pendekatan merupakan aspek yang sangat penting dalam
pembelajaran bahasa. Pendekatan adalah salah satu aspek penting dalam
menentukan keberhasilan pembelajaran. Pendekatan yang dipilih untuk seting
kelas tertentu menentukan corak detail aktivitas pembelajaran di kelas tersebut.
Jika pendekatan yang dipilih sesuai dengan karakteristik siswa, kegiatan belajar
mengajar akan berjalan dengan efektif, yang untuk efek lanjutannya, tujuan
pembelajaran akan dengan mudah dicapai.
Secara umum, modul ini menjelaskan tentang: berbagai pendekatan dalam
pembelajaran bahasa kedua ditinjau dari gaya belajar siswa (yang sudah dibahas
di modul 7), aplikasi pendekatan tersebut pada 4 kemampuan bahasa (menyimak,
membaca, menulis dan berbicara) dan metode yang dihasilkan dari pendekatan
yang dipilih.

PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
KEDUA BERDASARKAN GAYA BELAJAR SISWA
Pengalaman belajar dalam proses pembelajaran bahasa kedua akan lebih
menyenangkan, penuh motivasi dan berjalan dengan sukses apabila pendekatan
yang digunakan sesuai dengan karakteristik pembelajaran, baik itu karakteristik
materi yang diajarkan, siswa yang akan belajar, dan lingkungan yang melingkupi
pembelajaran tersebut. Pendekatan didesain untuk merencanakan aktivitas dan
teknik yang tepat. Namun yang tak kalah penting adalah, guru harus mampu
mengevaluasi KBMnya untuk mendapatkan kemajuan (progress) dalam
pembelajaran.

URAIAN
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, pendekatan yang tepat dengan
karakteristik pembelajaran akan menciptakan kebermaknaan dalam belajar. Guru
dengan segenap kreativitasnya perlu mempertimbangkan jenis pendekatan yang
tepat untuk pembelajaran bahasa kedua di kelasnya. Berikut akan dipaparkan
beberapa petunjuk sebelum guru memutuskan memilih satu pendekatan
pembelajaran bahasa.
1. Pastikan bahwa pendekatan yang dipilih tak hanya sesuai dengan gaya belajar
siswa, tapi juga cocok dengan karakteristik umum kelas.
2. Pastikan pula bahwa pendekatan yang dipilih memuat kondisi-kondisi yang
penting dalam pemerolehan bahasa sebagai berikut:
a. banyak mengekspos keterampilan bahasa.
b. banyak kesempatan untuk melakukan “negosiasi arti” (negotiation of meaning)
dengan penutur asli bahasa target.
c. banyak memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dan berlatih menggunakan
bahasa yang sedang dipelajari dalam situasi yang bermacam-macam.
d. banyak kesempatan untuk mengeksplorasi perasaan dan pikiran lawan bicara.
Sangatlah memungkinkan para guru menggunakan gaya belajar yang
membuat dirinya dan peserta didiknya merasa nyaman dan sekaligus mampu
meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Bahkan kadangkala, melakukan
beberapa aktivitas yang tidak biasa sangatlah penting untuk mencapai kemajuan.
Namun, nampaknya dalam pengajaran bahasa, sangat penting bagi guru untuk
mampu mengurangi stres para peserta didik, misalnya membuka pembicaraan
secara alamiah dengan peserta didik agar kompetensi komunikasi dalam bahasa
kedua dapat teraih secara nyata.

PENDEKATAN RELASIONAL
Para peserta didik yang memiliki gaya belajar relasional (relational
learners) sangat memiliki ketertarikan tertentu saat mereka terlibat dalam
pembelajaran bahasa. Mereka sangat berempati dan cenderung ingin dekat dengan
lawan bicara saat melakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal. Intuisi
inilah yang menolong mereka untuk memahami secara cepat sistem bahasa dan
membantu mereka dalam mengaitkan arti dari konteks dan situasi tertentu.
Guru dapat menangani pembelajar jenis ini dengan pendekatan relasional.
Berikut beberapa catatan yang harus dipahami saat guru menggunakan jenis
pendekatan ini:
Temukan sebanyak mungkin informasi mengenai proses pembelajaran bahasa
kedua. Tujuannya adalah agar guru dapat menggali dan mengeksplorasi
bagaimana pembelajaran bahasa dapat dengan mudah mencapai sasaran.
Terus melakukan observasi dan memahami kondisi yang sedang berlangsung
di tengah-tengah peserta didik. Di sini, keahlian guru dalam membaca setiap
situasi proses pembelajaran sangat penting.
Gunakan keahlian dalam bersosialisasi (social skill) sehingga terbangun
hubungan yang positif baik di antara guru dan peserta didik, maupun di antara
para peserta didik itu sendiri karena pada dasarnya pendekatan relasional lebih
menekankan bagaimana bahasa yang sedang dipelajari dapat dijadikan sebagai
media komunikasi.
Hadirkan segenap kemampuan kreativitas untuk membuat teknik
pembelajaran yang menarik, di antaranya menggunakan teknik permainan, dan
mencari cara agar para peserta didik dapat menggunakan bahasa kedua
tersebut secara aktif.
Lakukan observasi dan refleksi (renungan) sebagai cara untuk mengevaluasi
proses pembelajaran.
Terdapat tiga tahapan yang saling terkait dalam mengembangkan
pendekatan relasional. Dalam setiap tahapannya, guru diharapkan mampu
mengaplikasikan pendekatan ini sesuai dengan tujuannya. Tahapan pertama yang
harus diketahui oleh guru ketika ia menggunakan pendekatan ini adalah:
Selain diharapkan mampu menciptakan kondisi pembelajaran yang
menyenangkan, guru juga diharapkan dapat membangun perasaan ingin
mengenal di antara peserta didik. Perasaan ingin mengenal sesama peserta
didik ini harus terus dikembangkan sehingga muncul perasaan harus
mengetahui orang sekitar, bertemu orang dan berinteraksi dengannya.

Apabila topik dalam bahasa yang sedang diajarkan tersebut berhubungan
dengan bahasa yang sudah dikenal oleh peserta didik, maka guru dapat
mengarahkan peserta didik untuk mempelajarinya dari proses kegiatan
interaksi dengan orang sekitar.
Guru sebaiknya mampu mengantisipasi terjadinya frustrasi peserta didik bila
bahasa yang sedang diajarkan dalam topik tertentu ternyata banyak tidak
dikenal atau dimengerti yang mengakibatkan tidak efektifnya proses
komunikasi.
Guru harus membangun kesadaran dalam benak peserta didik bahwa ketika
mereka berinteraksi dengan orang, apakah itu dengan melihat, berkomunikasi
dan membangun hubungan, sesungguhnya merupakan saat yang sangat
penting, meski kita tidak dapat berkata sama sekali. Oleh karena itu, guru
harus mengenalkan kepada peserta didik aspek-aspek komunikasi non verbal
dan mengidentifikasi berbagai macam situasi komunikasi umum yang dapat
secara mudah melibatkan kita di dalamnya.
Setelah tahap pertama dapat dilewati guru, berikut beberapa rambu yang
harus disadari pada tahapan kedua, yaitu:
Guru mengajarkan akurasi dan kefasihan bahasa yang terjadi saat interaksi
berlangsung.
Guru sebaiknya memilih teknik yang senantiasa mengharuskan peserta didik
berinteraksi dengan orang lain. Guru dapat mengambil berbagai topik yang
mengharuskan terjadinya interaksi dan dapat didiskusikan secara luas dengan
bermacam-macam orang, seperti menanyakan alamat, berolah raga, jual beli.
Buat aktivitas yang memungkinkan peserta didik mengamati dan menyimak
orang berkomunikasi. Sangat baik apabila kondisi riil tersebut memang dapat
dihadirkan di tengah-tengah mereka. Misalnya, peserta didik dibawa dalam
sebuah pameran, seminar, pertemuan masyarakat, olah raga, upacara
pernikahan atau pesta ulang tahun.
Buatlah aktivitas yang menekankan percakapan dengan orang sekitar sebagai
upaya melatih mereka untuk memahami setiap pembicaraan sesuai konteks. Di
samping itu, untuk membiasakan peserta didik agar tidak hanya bergantung
pada kosakata dasar yang ia miliki dan pengetahuan struktur gramatikal saat ia
menerima atau menyampaikan pesan, melainkan ia dapat mengembangkan
kosakata yang ia miliki dari komunikasi yang berlangsung. Selain itu, peserta
didik dapat terus meningkatkan cara berkomunikasinya baik dari sisi jumlah
informasi yang ia dapat serap dan komunikasikan, dan dari sisi perasaan yang
ia dapat sampaikan dan dipahami oleh lawan bicaranya.
Guru dapat mengembangkan beberapa topik dan aktivitas untuk mendukung
tahap kedua ini seperti: bertukar pengalaman, mengunjungi panti asuhan,
makan bersama, dll.
Tahapan ketiga merupakan tahapan di mana guru harus mampu
mempertahankan dan mengembangkan situasi berkomunikasi para peserta
didiknya. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru:
Guru harus mampu mengembangkan materi dan teknik mengajar yang
bertujuan agar peserta didik dapat menghabiskan waktu berkomunikasi
dengan banyak orang. Selain itu, sepanjang komunikasi, peserta didik mampu
banyak menggali berbagai macam kebiasaan. Guru dapat menggunakan teknik
mengajar wawancara untuk pembelajaran ini.
Guru harus menjelaskan kepada peserta didik, saat berkomunikasi, mereka
harus memperhatikan bagaimana cara orang-orang mengatakan sesuatu dan
topik apa yang mereka sampaikan.
Guru harus dapat menjelaskan nilai-nilai yang terkandung berdasarkan sikap
berbicara seseorang serta memahami secara mendalam kultur yang muncul
saat komunikasi berlangsung.
Guru dapat memberikan tugas agar peserta belajar terlibat aktif dalam
berbagai kegiatan di masyarakat dan menceritakannya di depan kelas.

PENDEKATAN ANALITIS
Peserta didik dengan gaya belajar analisis memiliki keuntungan saat ia
mempelajari bahasa kedua. Hal ini disebabkan mereka memiliki kemampuan
untuk menganalisis dan memahami prinsip-prinsip sistem bahasa. Oleh karena itu,
untuk menangani peserta didik jenis ini, materi pembelajaran harus ditekankan ke
arah pengembangan kemampuan analisis mereka dan termasuk di dalamnya
mengembangkan strategi percakapan untuk menghadirkan situasi nyata dan
pencapaian kefasihan bahasa.
Terdapat beberapa hal yang patut diperhatikan saat guru berencana
menggunakan pendekatan analisis ini dalam pembelajaran bahasa, yaitu:
(1) Sediakan banyak bahan ajar yang tertulis atau berbentuk teks audio;
(2) Manfaatkan pengetahuan awal siswa tentang sistem tata bahasa mereka yang
asli sebagai awal untuk merencanakan materi yang akan diajarkan.
(3) Gunakan teknik yang mengharuskan adanya proses pembelajaran yang
melatih kemampuan menangkap pesan sebagai latihan untuk meningkatkan
kemampuan berbahasa yang sebenarnya.
(4) Ajarkan bahasa sebagai sesuatu yang hidup dan dinamis, jangan hanya
mengajarkan bahasa layaknya “benda mati”.
(5) Gunakan intuisi kuat siswa kita dalam memahami pola-pola kalimat.
(6) Gunakan kemampuan analisis siswa untuk mengenali isu-isu budaya, cara
orang berpikir dan mengenali bahasa itu sendiri.
(7) Manfaatkan kemampuan siswa yang senang berbaur dengan banyak orang
untuk meningkatkan kemampuan komunikatifnya.
Terdapat tiga tahapan yang sebaiknya diperhatikan oleh guru saat
mengembangkan jenis pendekatan analitis ini. Berikut beberapa petunjuk yang
dapat dipahami oleh guru di tahapan pertama.
Materi pembelajaran harus lebih difokuskan terhadap bangunan dasar bahasa,
meliputi bunyi, struktur gramatika dan kosakata. Teknik yang dapat digunakan
di antaranya teknik melihat dan mendengar, teknik menjawab latihan
gramatika dan teknik tata cara pengucapan.
Berikan banyak waktu jeda (silent period) kepada peserta didik untuk
berkonsentrasi terhadap pemahaman (comprehension) dibandingkan terhadap
produksi bunyi.
Jika bahasa yang sedang diajarkan masih berhubungan dengan bahasa yang
sudah diketahui, maka gunakanlah sisi kognitif dan persamaan struktur bahasa
untuk memahami apa yang sedang didengar.
Alokasikan banyak waktu untuk memberikan kesempatan peserta didik
melihat, berinteraksi dan membentuk hubungan untuk memperbaiki
keefektifan dalam berbahasa.
Gunakan isian (checklist) untuk membantu peserta didik memutuskan
gramatika mana yang akan dipelajari lebih dulu. Perkenalkan para peserta
didik kepada berbagai macam jenis gramatika.
Guru sebaiknya mengamati berbagai macam jenis situasi komunikasi yang
dapat dijadikan pengalaman belajar bagi peserta didik.
Perhatikan pula aspek komunikasi non verbal
Senantiasa mencatat aktivitas KBM untuk dianalisis setelah proses
pembelajaran berakhir.
Setelah guru memahami apa yang harus dilakukan pada tahap pertama,
maka selanjutnya, guru mengembangkan pendekatan ini di tahap kedua. Berikut
beberapa catatan yang perlu diperhatikan oleh guru di tahapan kedua.
Perbanyak latihan untuk meningkatkan kemampuan dalam memproses dan
menggunakan bahasa.
Pergunakan berbagai teknik yang dapat membuat peserta didik memproses
teks lisan atau tulisan, dan dialog. Misalnya teknik analisis teks, bertukar
pengalaman, dll.
Rencanakan apa yang akan dipelajari berikutnya dengan menggunakan
kemampuan analisis guru. Oleh karena itu, guru harus membuat analisis
kebutuhan.
Guru dapat pula membuat penugasan yang bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada peserta belajar berpartisipasi dalam kegiatan di
masyarakat untuk mengamati dan mendengar apa yang tengah dilakukan
banyak orang. Misalnya guru menugaskan kerja kelompok, menghadiri rapat
di masyarakat, acara pernikahan, dll.
Di tahapan terakhir pendekatan analitis, guru harus memperhatikan
beberapa hal berikut ini:
Analis nilai-nilai dan asumsi yang mendasari perilaku orang.
Berpartisipasi aktif dalam situasi komunikatif.
Gunakan teknik analisis percakapan.
Gunakan checklist fungsi bahasa dan situasi untuk memperluas jumlah situasi
yang dapat digunakan secara efektif dalam bahasa.
Perhatikan terus akurasi berbahasa peserta didik.
Gunakan teknik analitis untuk membantu peserta didik menemukan aturan dan
sistem dalam bahasa sehingga peserta didik dapat mengembangkan acuan
sistem (system view).

PENDEKATAN STRUKTUR
Peserta didik dengan gaya belajar terstruktur biasanya akan dengan mudah
mengikuti materi yang disajikan secara terstruktur. Pendekatan yang tidak
terstruktur biasanya sulit diterima oleh peserta didik jenis ini. Oleh karena itu,
guru sedapat mungkin membuat rencana yang tepat, agar tujuan pembelajaran
dapat tercapai.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru saat mereka
menggunakan jenis pendekatan struktur ini dalam pembelajaran bahasa.
Diantaranya:
Program harus terencana dengan baik.
Materi pembelajaran harus menyertakan komponen yang terstruktur.
Gunakan apa-apa yang akan dipelajari dengan sesi yang terstruktur.
Gunakan kemampuan memecahkan masalah (problem solving) untuk
menerangkan bagaimana kita menggunakan bahasa.
Ketengahkan persoalan praktis materi yang sedang kita pelajari.
Beberapa langkah dapat ditempuh oleh guru untuk mengembangkan jenis
pendekatan ini, yaitu:
Buatlah rencana yang terukur dan detail termasuk di antaranya tujuan
yang akan dicapai.
Jika materi yang sedang diajarkan berhubungan dengan bahasa yang
sudah diketahui, maka hubungan informal dengan masyarakat pengguna
bahasa akan menolong peserta didik. Jika hal itu tidak dapat terlaksana,
pendekatan formal dalam kelas pun dapat membantu mereka.
Harus pula diingat, setiap waktu yang digunakan untuk berhubungan
dengan pengguna bahasa (melihat, berinteraksi dan membangun
hubungan) sangatlah penting dalam meraih tujuan utama pembelajaran
bahasa.
Biasakan untuk mempelajari beberapa hal yang memang dapat digunakan,
oleh karena itu, peserta didik diharapkan dapat berinteraksi dengan
masyarakat pengguna bahasa.
Pahami prinsip-prinsip praktis dan buatlah berbagai variasi dalam
menggunakan pendekatan ini.
Arahkan peserta didik untuk dapat memahami struktur tata bahasa.
Langkah kedua yang harus dilakukan oleh guru dalam pendekatan jenis
ini adalah sebagai berikut:
Ajarkan bahasa dengan kefasihan dan akurasi. Guru dapat menggunakan
teknik-teknik seperti teknik dialog, teknik berbagi pengalaman dan lain
sebagainya.
Ketengahkanlah berbagai percakapan level dasar apabila peserta didik bisa
sabar dalam memahami Anda, dan membuat diri mereka paham terhadap
materi ajar.
Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang memberikan kesempatam
peserta didik untuk melihat dan mendengar apa yang sedang dilakukan
oleh masyarakat pengguna bahasa, misalnya dalam kegiatan kerja bakti,
pernikahan, upacara kematian, dll.
Jangan banyak beranggapan bahwa sesuatu yang akan dijadikan bahan
percakapan itu selalu tepat, jadi guru harus terus mengevaluasinya.
Terus berupaya mendorong peserta didik untuk meningkatkan komunikasi
dengan banyak orang.
Langkah terakhir yang harus dipahami oleh guru saat menggunakan
pendekatan jenis ini adalah:
Cermati betul akurasi berbahasa peserta didik. Guru dapat menggunakan
teknik merekam kesalahan.
Amati kemajuan peserta didik dalam menghadapi berbagai situasi
penggunaan bahasa yang berbeda dimana penekanannya terhadap
keefektifan penggunaan bahasa yang dilakukan oleh peserta didik.
Gali terus sisi budaya sehingga peserta didik dapat menggunakan bahasa
dengan keberterimaan dalam aspek budaya.
Guru sebaiknya menerangkan nilai-nilai yang muncul dalam masyarakat
ditinjau dari cara mereka berbahasa.
Guru harus menekankan kepada peserta didik bahwa mereka harus
memperhatikan bagaimana masyarakat pengguna bahasa menggunakan
ekspresi yang tepat untuk menyatakan sesuatu.

PENDEKATAN ENERGIK
Peserta didik yang memiliki gaya belajar energik biasanya tidak akan
menyukai pendekatan pembelajaran yang menekankan pada program belajar yang
terstruktur dan kaku. Mereka lebih menyenangi penyajian materi yang fleksibel
dan dinamis. Apabila peserta didik yang dihadapi adalah peserta didik jenis ini,
maka guru sedapat mungkin harus mengembangkan materi yang terencana,
namun dapat disajikan secara dinamis, tidak kaku dan waktunya tidak terjadwal
secara ketat, di samping guru harus pula menggunakan berbagai variasi untuk
mengembangkan pendekatan ini.
Berikut beberapa rambu-rambu yang perlu dipertimbangkan guru saat
mengembangkan pendekatan jenis energik ini.
Tekankan pada kegiatan yang peserta didik biasa melakukannya. Misalnya
kegiatan makan bersama atau berolahraga. Tujuannya adalah bagaimana
bahasa dapat dikomunikasikan dengan kegiatan yang dinamis.
Bangun kosakata dasar dengan menggunakan permainan dan pendekatan
berbasis tindakan riil.
Buat agar peserta didik dapat menggunakan kemampuan sosialnya untuk
membangun relasi.
Alokasikan banyak waktu untuk melakukan banyak hal dengan
masyarakat pengguna bahasa.
Guru harus secara kreatif mengembangkan game namun tetap sesuai
dengan topik yang sedang dibahas.
Guru harus menggunakan cara-cara yang kreatif dalam melatih
kemampuan berbahasa peserta didik.
Alokasikan banyak waktu untuk kegiatan yang menekankan pada sisi
komunikasi.
Terdapat tiga langkah untuk mengembangkan pendekatan energetik ini.
Pada langkah pertama guru harus memahami hal-hal berikut:
Kembangkan teknik yang dapat membuat peserta didik merasa senang dan
tidak tertekan, di samping itu situasi yang berlangsung dapat mendorong
siswa untuk berbicara dan berinteraksi dengan peserta didik lainnya.
Jika topik yang sedang dibahas ternyata masih berhubungan dengan
bahasa yang sudah diketahui, maka hubungan-hubungan informal dapat
cukup membantu perkembangan bahasa peserta didik.
Biasakan memperkenalkan bunyi, struktur tata bahasa dan kosakata selama
belajar. Hal ini dapat membekali peserta didik berkomunikasi secara
efektif.
Lakukan pembelajaran di luar kelas dan lakukan pula kegiatan yang biasa
dipraktikkan oleh masyarakat umum dalam membangun komunikasi.
Langkah selanjutnya guru dapat kemudian melanjutkan beberapa hal di
bawah ini:
Biasakan untuk melatih kefasihan berbahasa dengan menggunakan teknik
bermain peran, tukar pengalaman, dll.
Beberapa aktivitas yang dapat diperagakan adalah aktivitas yang banyak
melibatkan sisi psikomotor peserta didik, seperti aktivitas di kendaraan
umum, berbelanja, kunjungan sosial, dll.
Tugaskan pula peserta didik untuk mengobservasi berbagai kegiatan
kemasyarakatan, sebagai contoh olah raga, kerja bakti, rapat, dll.
Biasakan peserta didik untuk memahami setiap ekspresi berdasarkan
situasi dan konteksnya.
Langkah terakhir yang harus dipahami oleh guru saat mengembangkan
pendekatan energik ini adalah:
Guru sedapat mungkin menggali makna budaya yang terkandung dalam
setiap interaksi dan komunikasi.
Guru dapat mendorong peserta didik untuk berpartisipasi dalam kegiatan
masyarakat dan menekankan pula ke aspek berkomunikasi dengan
masyarakat. Bahkan adalah lebih baik bila guru pun meminta peserta didik
untuk menceritakan pengalaman yang ia peroleh saat ia mengikuti
kegiatan di masyarakat.
Guru harus membuat agenda pembelajaran yang terstruktur dan tidak
terstruktur. Untuk kegiatan yang terstruktur, guru dapat mengembangkan
teknik wawancara dan diskusi. Tujuannya adalah agar peserta didik dapat
berinteraksi dan berkomunikasi, di samping itu ia dapat berdiskusi dan
menambah pembendaharaan kata dan pemahaman semantik.
Untuk pembelajaran yang tidak terstruktur, guru dapat memberikan alokasi
waktu peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam situasi komunikasi
yang bervariasi. Guru dapat pula menekankan kepada peserta didik untuk
lebih memperhatikan bagaimana masyarakat pengguna bahasa mengatakan
sesuatu dengan ucapan yang sesuai.

PENDEKATAN PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA
DITINJAU DARI TARGET SKILL (MENYIMAK,
MEMBACA, MENULIS DAN BERBICARA)

Pendekatan (approach) merupakan bagian yang cukup penting dalam
pembelajaran bahasa kedua, sebab pada kenyataannya untuk mencapai hasil
(outcome) yang memadai, para guru dituntut untuk dapat mengimplementasikan
pendekatan yang tepat dan sesuai dengan kondisi peserta belajar dan tentu saja
sejalan dengan target keahlian. Dalam bahasa kedua, terdapat empat target
keahlian yang harus diasah oleh para guru, yaitu menyimak, membaca, menulis
dan berbicara. Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang dapat
mengoptimalkan empat keahlian ini kadang-kadang guru dituntut bijak dan cerdas
dalam memilih pendekatan yang sesuai.

URAIAN

COMPREHENSION-DRIVEN APPROACH
Salah satu cara untuk mengoptimalkan pendekatan dalam pembelajaran
bahasa adalah dengan memfokuskan efek aplikasinya kepada peserta didik kita.
Pembelajaran bahasa yang mengarahkan kepada aspek pemahaman
(comprehension-driven language learning) lebih memfokuskan kepada
pembelajaran yang memproses pesan dari bahasa sumber kepada bahasa target.
Oleh karena itu, pendekatan ini lebih menekankan kepada receptive skills
(kemampuan menerima) yang meliputi pemahaman menyimak dan membaca,
dibanding dengan aspek productive skills (kemampuan memproduksi) yang
menekankan terhadap berbicara dan menulis. Anggapan bahwa pemahaman lebih
penting dan sangat perlu untuk dikuasai terlebih dahulu dibandingkan
pemroduksian bunyi seperti speaking dan pronounciation merupakan satu upaya
untuk lebih memfokuskan pembelajaran bahasa terhadap pemahaman bentuk
linguistik.
Berikut adalah beberapa prinsip yang ditekankan dalam pembelajaran
yang menekankan pemahaman, di antaranya:
(1). Semakin peserta didik menggali sisi kebermaknaan, maka semakin
tertantanglah ia untuk belajar.
(2). Pemerolehan bahasa merupakan proses yang terus berkembang.
(3). Peserta didik sangat memerlukan input pemahaman.
(4). Productive skills dianggap lebih sulit daripada receptive skills.
(5). Peserta didik tidak boleh bergantung kepada hapalan.
(6). Materi-materi yang cenderung diingat sebenarnya akan memberikan
pemahaman yang keliru, terutama terhadap kompetensi peserta didik.
(7). Otak manusia sebenarnya tengah menganalisis bahasa tanpa disadari oleh
kita.
(8). Manusia mempelajari bahasa dengan membangun sistem bahasa.
Pembelajaran dengan menekankan terhadap aspek pemahaman ini didukung
oleh Stephen Krashen (1985) dan Greg Thomson. Mereka menyatakan bahwa
24
pembelajaran bahasa akan lebih efektif dan apabila didasarkan pada aspek
pemahaman.

PRODUCTION-DRIVEN LANGUAGE LEARNING
Pembelajaran bahasa dengan menekankan kepada aspek produksi
memfokuskan terhadap pengucapan bahasa target. Pembelajaran ini melibatkan
proses mengingat sesuatu yang ingin kita katakan dalam bahasa kedua dan
digunakan dengan tujuan berkomunikasi dengan masyarakat umum. Oleh karena
itu, penekanan dalam pembelajaran ini adalah bahwa bahasa merupakan aktivitas
sosial yang dipakai sebagai alat komunikasi. Sangatlah penting untuk memahami
apa yang dikatakan.
Prinsip-prinsip yang ditekankan dalam pembelajaran ini adalah sebagai
berikut:
Peserta belajar mengharuskan memiliki kesempatan untuk bernegosiasi
masalah arti (meaning negotiate) dengan penutur asli.
Pengucapan (pronounciation) yang bagus dari penutur asli biasanya
menjadi salah satu kewajiban untuk ditiru.
Pengulangan menjadi sangat dibutuhkan.
Output pemahaman akan menjadi input pemahaman.
Peserta didik biasanya diharuskan menggali bahasa dari setting yang
berbeda.
Bahasa digunakan dalam percakapan secara interaktif.
Bahasa memiliki arti secara sosial.
Peserta didik biasanya akan lebih termotivasi apabila berkomunikasi
dengan penutur aslinya.
Pembelajaran dengan metode audilingual merupakan jenis yang banyak
digunakan di tahun 1970an. Metode ini mengedepankan aspek produksi dan
dikembangkan oleh Brewster and Brewster (1976) dan Marshal (1989).

MENGENAL BEBERAPA PENDEKATAN

A. The Grammar Translation Approach
Pendekatan ini dulunya dilakukan untuk mengajarkan bahasa latin, namun
berikutnya digunakan untuk mengajarkan berbagai macam bahasa. Guru yang
menggunakan pendekatan ini mengajarkan bahasa kedua dengan bahasa pertama
(mother tongue). Bahasa target hanya digunakan beberapa kali saja. Daftar
kosakata menjadi menu utama yang harus dihafal oleh peserta didik, lalu guru
mengelaborasinya dengan grammar. Biasanya bahan yang diambil untuk
pembahasan grammar adalah dari teks-teks yang sulit. Peserta didik lebih
memfokuskan diri kepada analisis kalimat dibandingkan kepada arti dalam teks
tersebut.
Cara melatih pemahaman peserta dalam menggunakan bahasa kedua
adalah melalui penerjemahan (translation) per-kalimat. Pronounciation dalam
pendekatan ini tidak begitu ditekankan. Pendekatan The Grammar Translation ini
lebih tepat untuk mengembangkan receptive skills peserta didik, seperti reading.
B. The Direct Approach
Kemunculan pendekatan ini sebagai respon dari The Grammar Translation
Approach yang dipandang kurang lengkap dalam proses pengajaran bahasa kedua.
Dalam The Direct Approach, guru hanya menggunakan bahasa kedua yang
diajarkan saja sebagai pengantar. Bahasa pertama tidak digunakan di dalam kelas.
Guru biasanya mengawali pembelajaran dengan melakukan percakapan dan
memperlihatkan gambar. Disamping itu, grammar diajarkan secara terintegral
diambil dari ekspresi bahasa yang sedang dibicarakan. Teks tidak dianalisis secara
grammar, melainkan secara arti. Pemahaman budaya (culture understanding)
diperkenalkan pula sebagai bagian yang sangat penting dalam pembelajaran
bahasa kedua.
Pendekatan ini cukup mengakomodasi dan mengeksplorasi kemampuan
productive peserta didik. Oleh karena itu, The direct approach nampak cukup
tepat untuk menekankan pembelajaran peserta didik ke arah speaking.
C. The Reading Approach
Pendekatan ini lebih ditujukan untuk kepentingan akademis, atau dengan
kata lain untuk tujuan tertentu. Selain itu, The Reading Approach lebih
menekankan kepada pemberdayaan kemampuan reading para peserta didik. Di
samping, untuk melacak sejarah bagaimana bahasa tersebut digunakan. Grammar
diajarkan saat memang berhubungan dan diperlukan untuk memahami isi teks
yang sedang di baca, selain itu kefasihan (fluency) dalam membaca menjadi salah
satu faktor penting yang diajarkan.
Kemampuan pronounciation dan speaking khususnya dalam percakapan
tidak ditekankan. Sebaliknya, daftar kosakata berdasarkan level dan gradasi
kesulitannya diberikan kepada peserta didik untuk dihapalkan. Tujuannya agar
peserta didik dengan waktu tertentu dapat memiliki pembendaharaan kata yang
banyak, sehingga ia dapat dengan mudah memahami segala macam jenis teks.
D. The Audiolingual Method
Jenis pendekatan ini digunakan berdasarkan prinsip-prinsip teori
behavioristik. Selain itu, pendekatan ini banyak mengadaptasi direct approach
dan sebagai respon atas kurangnya pengajaran speaking dalam reading approach.
Guru menyampaikan materi baru dengan cara berdialog. Pengingatan
(memorization), dan bermain mimik (mimicry) menjadi salah satu teknik utama
dalam pendekatan ini. Grammar diajarkan secara bertahap dan berulang, sebagai
proses penguatan, di samping itu pengajaran grammar diajarkan secara terintegral
berdasarkan topik yang sedang dibahas. Empat keterampilan listening, reading,
writing dan speaking dikembangkan secara berurutan.
Kosakata diajarkan berdasarkan konteks dan situasi, hal ini ditujukan agar
peserta didik tidak hanya hafal arti kosakata tersebut namun memahami kapan
kosakata tersebut digunakan secara tepat. Pronounciation dilatihkan agar peserta
didik mampu melafalkan kata sama persis seperti penutur aslinya. Guru dapat
menggunakan bahasa pertama sebagai pengantar di dalam kelas, namun hal ini
akan menurunkan semangat peserta didik untuk menggunakan bahasa keduanya.
E. Community Language Learning
Pendekatan jenis ini agak berbeda dengan pendekatan-pendekatan
sebelumnya. Community language learning lebih ditujukan untuk menghilangkan
kecemasan atau ketakutan (anxiety) peserta didik saat mempelajari bahasa kedua.
Konsekuensinya, pendekatan tersebut lebih menekankan ke arah bimbingan
konseling daripada pengajaran biasa. Oleh karena itu, guru lebih berposisi sebagai
pembimbing yang melatih peserta didiknya. Peserta didiknya pun dipandang
sebagai klien, sehingga hubungan antara guru dan peserta didik adalah ibarat
pembimbing dan klien.
Pembelajaran berdasarkan atas kesulitan peserta didik. Tujuan dari
pembelajaran sendiri adalah untuk membangun hubungan komunikasi dan
menghilangkan ketakutan dalam peserta didik saat ia mempelajari bahasa kedua.
Terdapat lima tahapan yang dilalui oleh peserta didik menggunakan pendekatan
ini. Pertama, peserta didik (klien) masih menggunakan bahasa pertamanya untuk
menyampaikan harapan dan keinginannya. Kedua, klien mulai berani
menggunakan bahasa keduanya di dalam kelas. Ketiga, klien berani
mengungkapkan berbagai hal dengan bahasa keduanya, dan menganggap semua
orang di dalam kelas memahami ungkapan tersebut. Keempat, klien bebas
menyampaikan ungkapan dengan bahasa kedua dan terjadi hubungan komunikasi
dengan peserta didik lain. Kelima, klien dapat menjadi pembimbing untuk
membimbing bahasa kedua kepada klien baru lainnya.
F. The Silent Way
Pendekatan jenis ini digunakan agar peserta didik lebih aktif dalam
pembelajaran di dalam kelas. Guru lebih terkonsentrasi dalam mencermati
bagaimana peserta didik berucap dan bagaimana mereka mengucapkan ekspresiekspresi
tersebut. Guru pun berupaya agar peserta didik mampu mengucapkan
berbagai macam kata dengan cara memproduksi kata yang benar, di samping itu
untuk melatih spontanitas penggunaan bahasa kedua dalam situasi apapun.
Pendekatan ini nampaknya cocok sekali dalam pembelajaran speaking dan
listening. Hal ini dikarenakan guru tidak diperbolehkan memberi tahu kosakata
atau ekspresi yang tidak dikenal oleh peserta didik dengan menggunakan bahasa
pertama, melainkan hanya menggunakan gerak tubuh (gesture) atau mimik muka.
G. Functional-Notional Approach
Metode ini merupakan bagian dari payung pendekatan komunikatif.
Namun, functional-notional approach ini menekankan pada pengorganisasian
silabus bahasa. Penekanannya adalah untuk membagi konsep global bahasa ke
dalam unit-unit analisis menurut situasi komunikasi yang biasa digunakan oleh
penutur bahasa. Pengajaran dibagi ke dalam beberapa elemen seperti kata benda,
kata ganti, kata kerja, preposisi, konjungsi, kata ganti atau kata sifat. Situasi
berpengaruh pula terhadap variasi bahasa seperti dialek, formal dan informal.
H. Total Physical Response
James J. Asher mendefinisikan Total Physical Response (TPR) sebagai
satu pendekatan yang mengombinasikan informasi dan keahlian melalui kegunaan
sistem sensor kinestatis. Kombinasi keahlian ini memperbolehkan peserta didik
untuk mengasimilasikan informasi secara cepat. Hasilnya adalah membawa
kepada tingkat motivasi peserta didik.
Pemahaman bahasa lisan sebelum mengembangkan keahlian berbicara,
menekankan terhadap transfer informasi komunikasi. Peserta didik tidak dipaksa
untuk berkata, namun dikondisikan untuk siap berbicara saat peserta didik
merasakan nyaman dan percaya diri dalam memahami dan memproduksi bahasa.
Beberapa teknik dapat dilakukan oleh guru, seperti guru memperagakan sendiri
beberapa ekspresi yang diajarkan. Guru meminta peserta didik untuk
mengikutinya. Guru meminta peserta didik yang memeragakan sendiri. Guru dan
siswa bermain peran secara bergantian. Guru dan peserta didik dapat memperluas
produksi kalimat yang baru.

RANGKUMAN
Secara umum, terdapat pendekatan yang menekankan pada ranah receptive dan
ranah productive. Comprehension-driven approach mewakili pembelajaran untuk
receptive sedangkan production-driven approach mewakili yang terakhir. Dalam
sejarah pengajaran bahasa, terdapat berbagai macam pendekatan yang sering
digunakan para guru, di antaranya the grammar translation method, direct
approach, the silent way, audiolingual method, the reading approach, community
language learning, dan total physical response. Pendekatan tersebut untuk
pencapaian target keahlian bahasa yang mencakup menyimak, membaca, menulis
dan berbicara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar